Labels

Sunday, February 5, 2017

Politik dan Pokrol Bambu

Pilkada serentak segera berlangsung, pesta demokrasi segera digelar, tentu banyak sekali perdebatan-perdebatan membosankan, bukan materi debatnya, namun para politisi yang melakukan debat dan juga para pendukungnya. Banyak perilaku mereka yang sangat memuakkan. Istilah jaman dahulu untuk mereka ini adalah para "Pokrol Bambu", Gustaaf Kusno dalam salah satu artikelnya mengunggah istilah Pokrol Bambu lihat disini, digunakan untuk menggambarkan perdebatan antara dua manusia atau lebih yang tidak ada ujung pangkal atau disebut debat kusir. Debat kusir menjadi komoditas ekonomi bagi media, baik media elektronik maupun media cetak. Bahkan melalui forum-forum seminar yang diselenggarakan oleh Partai Politik atau organisasi masyarakat, mereka memperdebatkan hal-hal yang tidak mendukung kemajuan msyarakat, mereka hanya brorientasi pada keuntungan pribadi atau golongan saja. Tanpa memikirkan efek buruk setelah perdebatan ini berlangsung. Kasus Munarman menyiramkan air minum kepada lawan debatnya di acara debat salah satu TV Swasta, Dalam dialog pagi TV One Jum’at 28 Juni 2008, H.Munarman SH menyiramnya karena dia selalu memotong2 pembicaraan dan terus mengalihkan pokok pembicaraan tanpa etika dialog


Salah satu koran kuno Belanda ‘Algemeen Handelsblad’ terbitan tanggal 22 Oktober 1913 membahas istilah "Pokrol Bambu" ini. pokrol adalah pengindonesiaan dari istilah procureur’, bermakna ‘pengacara’. Kemudian ada istilah kata prokrol bambu, apa hubungan "procureur" dengan "bamboo", ini mengacu pada nama-nama bambu di Jawa, jenis bambu yang ada di jawa antara lain bambu petung, bambu apus, bambu jawa, bambu sendani dan lain sebagainya. Salah satu yang disebut diatas adaah bambu apus, arti "apus" adalah menipu, ngapusi, Jadi kata ‘bambu apus’ dikonotasikan dengan ‘oplichter’ (bahasa Belanda yang bermakna ‘penipu’) atau ‘crook’ dalam bahasa Inggris. Jadi nama lengkapnya pengacara ini adalah ‘pokrol bambu apus’, dan dalam perjalanan waktu disingkat saja dengan ‘pokrol bambu’. Jadi nampaknya sudah dari ‘tempo doeloe’ pengacara ini dianggap berlaku culas, pandai membolak-balikkan fakta, yang hitam menjadi putih dan yang putih menjadi hitam. Dengan kepiawaian bersilat lidah ini, mereka menjadi pengacara bagi tuan tanah di desa-desa melawan petani. Untuk memberikan penampilan yang meyakinkan mereka berpakaian perlente yang terasa aneh di mata penduduk desa waktu itu.  Masih pantaskah istilah pokrol bambu digunakan saat ini?

Jaman penjajahan Belanda para pengacara digunakan oleh tuan tanah untuk memperdaya petani kecil, saat ini para pengacara, politikus, tokoh-tokoh memperdaya masyarakat dengan menggunakan pembodohan masyarakat, memutar balik fakta sesuai dengan keinginan mereka. 

Mereka mengenakan jas dari kain laken, blangkon Solo dan scarf, topi Panama, sepatu kanvas lengkap dengan tongkat rotannya (een lakensche jas, Solosche kam en hoofddoek, Panama, zeildoek schoenen en een vervaarlijke wandelsto). Penghasilan pokrol bambu kelas dusun ini tak kalah hebatnya dengan pengacara kondang zaman sekarang ini.

Bandingkan dengan pakaian yang mereka kenakan saat ini, memkai atribut tertentu, jubah panjang bahkan ada yang menggunakan istilah "daster", celana tidak utuh "cingkrang", bendera-bendera tertentu untuk menunjukkan simbol mereka. Walau ada negara yang merasa dirugikan dengan simbol negara yang di pakainya. Duta Besar Palestina untuk Indonesia menyatakan keprihatinan Bendera negaranya digunakan dalam demo-demo yang dilakukan oleh FPI. Bukan berarti organisasi FPI itu penipu, namun pernyataan-pernyataan oknum anggota FPI yang bisa disebut penipu. Munarman yang di laporkan oleh Pecalang Bali,  Rizieq Shihab yang dilaporkan oleh berbagai organisasi dan perseorangan atas dugaan pelaggaran itu sebagai salah satu contohnya. 

Masih banyak lagi orang perseorangan dan organisasi yang berlaku sebagai Pokrol Bambu, bagaimana tokoh politik pimpinan DPR, seperti Fadli Zon dan Fahri Hamzah bisa melakukan orasi politik untuk menggoyang pemerintah, walau menggunakan Ahok sebagai alasan dalam melakukan orasi politiknya. Bagaimana tokoh-tokoh menghina Presiden, menghina lambang negara, menghina ideologi bangsa, tidak menggunakan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan lain sebagainya. 

Jika jaman penjajahan para poekroel bamboe ini berkeliaran di desa-desa atas pesanan para tuan tanah, saat ini mereka berkeliaran di media sosial, di jalan-jalan, di lembaga negara untuk menyuarakan pesanan si tuan pemesan. 

Siapa bos poekroel bamboe saat ini ???

Jawabannya tanya kepada si tukang ngecat cabai, si perajin cakrawala



dari pendamba Perdamaian di bumi pertiwi


   


1 comment: