Beberapa waktu yang lalu
saya mendapat tamu Prof. Andrew dari Wyoming Amerika Serikat. Beliau sedang
mengadakan riset penelitian tentang dinamika politik di Asia Timur termasuk
Indonesia oleh Perguruan Tinggi tempatnya bertugas. Banyak perbincanngan yang kami bicarakan salah satunya adalah
mengenai politik uang.
Prof. Andrew sangat
tertarik pada dua hal yaitu kontrak politik dan politik uang. Kontrak politik
adalah bentuk perjanjian antara calon yang akan dipilih dengan kelompok atau
organisasi disuatu tempat. Sedangkan politik uang adalah bentuk kotor dari demokrasi
dimana pemilih diiming-imingi sejumlah uang untuk memilih salah satu calon yang
mencalonkan diri.
Botoh adalah penjudi
yang sering menggelar perjudian, baik murni judi kartu, dadu dan lain-lain. Namun
botoh seringkali mencari keuntungan dengan memenangkan sejumlah besar uang jika
ada even-even khusus, misalnya Pemilu, Pilpres, Pilgub, Pilkada sampai
pemilihan Kepala Desa. Botoh-botoh ini bisa
memang penjudi ulung yang memiliki modal besar, namun bisa juga dilakukan oleh
orang-orang yang secara umum disebut penjudi namun mereka ini adalah kaum
intelektual yang memiliki tujuan untuk meraih kekuasaan dengan menggunakan cara
membeli suara untuk memenangkan dirinya. Misalnya dengan melakukan kontrak
politik kepada masyarakat atau kelompok, serta murni memberikan sejumlah uang
untuk membeli suara calon pemilih.
Kontrak politik,
sebenarnya merusak tatanan demokrasi, dengan mengadakan perjanjian politik, maka pemilih akan melupakan kompetensi yang
dimiliki oleh calon yang akan dipilih namun hanya terfokus dengan perjanjian yang
telah disepakati, sedangkan prinsip si calon, tentu uang yang dikeluarkan harus
ada pengembalian.
Tawaran 1 M setiap RW
pada Pilkada DKI Jakarta yang ditawarkan oleh paslon I Agus-Silfi merupakan
bentuk tawaran kontrak politik. Sekali lagi tawaran, sebab belum ada publikasi
atau penulis belum tahu ada publikasi disuatu RW di jakarta yang telah
menandatangi perjanjian untuk memilih Paslon I tersebut. Sedangkan tawaran yang
diberikan oleh Paslon III Anis-Sandi kelihatannya hanya suara angin surga
belaka. Sebab kelihatan manis namun dalam perjalanan pemerintahan jika dia terpilih
maka kiranya akan sangat kesulitan, banyak kendala yang akan mereka hadapi,
bukan masalah dari mana dana yang akan dianggarkan namun tempat yang harus
disediakan, misalnya KPR tanpa DP dan lain sebagainya. Paslon II Ahok-Jarot
paling realistis dan tidak menjanjikan suatu hal yang tidak dapat dijalankan
sesuai konstitusi.
Sebenarnya masing-masing
calon memiliki strategi tersendiri untuk memenangkan Pilkada tersebut. Namun sepandai
apapun mereka membuat strategi, jika sudah dihadapkan pada uang, maka semua
akan berantakan. Contoh kongrit yang mudah dicerna oleh kelas grasroot adalah
pemilihan kepala desa. Di Jawa Tengah sering terjadi calon kepala desa yang
memiliki kapabilitas dan kompetensi cukup baik atau bahkan sangat baik akan
gagal berantantakan jika menghadapi serangan fajar. Bentuk serangan adalah
dengan membagi-bagikan sejumlah uang kepada calon pemilih untuk memilih calon
tertentu.
Bukan hanya pemilihan
kepala desa, bahkan pada saat pemilihan anggota legilatif dan kepala daerah kasus
bagi uang sering terjadi. Sudah menjadi rahasia umum bahkan sudah membudaya
prinsip “wani piro” ini kerap terjadi. Pada waktu pendek masyarakat
merasa diuntungkan namun dalam jangkia panjangnya maka masyarakat yang akan
dirugikan, sebab laju pembangunan terhambat dengan kekurang mampuan si anggota
legislatif atau kepala daerah yang dipilihnya.
Ketakutan akan adanya
politik uang sebenarnya sudah terasa dimana pencoblosan tinggal menghitung hari
lagi. Gambar dua orang team sukses Agus-Silfi memamerkan uang dalam jumlah
besar dalam dua buah koper di rumah pemenangan mereka sebagai bukti, hal ini jika
bukan gambar editan hoax untuk membuat citra buruk yang dilakukan oleh lawan
politiknya, tetapi sampai saat ini juga belum ada klarifikasi dari Agus maupun
team pemenangnya. Hal ini membuat masyarakat bertanya-tanya, harusnya KPU
dengan Pengawas Pemilu dan Kepolisian segera melakukan langkah kongkrit untuk
mencegah terjadinya politik uang tersebut.
Kesadaran masyarakat
Jakarta saat ini sedang diuji, namun bagaimanapun loyalnya kader-kader paslon,
jika dihadapkan dengan perut maka akan tumbang juga. Ujaran tentang “harta, tahta dan wanita”, benar-benar
sedang diuji kebenarannya.
Silakan Kunjungi Artikel tajenonline.com
ReplyDeleteOVO S128
Jadwal Bank S128
Dan dapat Hubungi Kontak Whatsapp Kami +62-8122-222-995