Kondisi politik pasca masa TENANG Pilkada
DKI Jakarta saat ini terasa panas. Pilkada DKI Jakarta sebagai barometer
politik mempengaruhi perpolitikan di seluruh wilayah NKRI. Kemenangan Jokowi
yang diusung PDIP dalam Pilpres tahun 2014 sangat mendorong tokoh-tokoh politik
dan Partai Politik untuk memenangkan Pilkada DKI Jakarta ini.
Partai Demokrat, PAN dan PKB mengusung Agus Harimurti
Yudhoyono berpasangan dengan calon wakilnya Silfiana Murni sebagai bukti betapa
kuatnya nafsu politik partai tersebut untuk memenangkan Pilpres tahun 2019. Walaupun
belum di wacanakan di depan publik namun masyarakat dan rakyat Indonesia sudah
bisa membaca kemana arah politik sesuangguhnya dari mengusung AHY tersebut.
Mengapa memilih AHY bukan yang lainnya?, tentu Demokrat memiliki strategi
tersendiri, faktor penentunya adalah banyaknya tokoh-tokoh elit Demokrat
sebagian besar tersandung kasus korupsi, termasuk Ibas yang juga putra mantan
Presiden SBY tidak diangkat untuk menjadi calon Gubernur dengan asumsi bahwa
dia sering disebut-sebut oleh orang-orang Demokrat yang telah ditetapkan
menjadi narapidana maupun tersangka korupsi. Nasarudin, Anas Urbaningrum,
Angelina Sondag dan lain-lain sangat sering menyebutkan nama Ibas dalam setiap
kesaksiannya. Maka SBY tidak mengambil resiko dengan mencalonkannya.
Strategi politik SBY ini sangat beresiko sekali. Sebab calon yang diusung
yaitu Agus Harimurti Yudoyono tidak memiliki latar belakang di politik, karir
emasnya ada di militer dengan pangkat terakhir Mayor. Gambling
dimainkannya Agus Harimurti Yudoyono tentu dengan alasan kuat bahwa dia adalah satu-satunya yang masih
dianggap bersih. Selain itu dia yang menantu Hatta Rajasa petinggi PAN tentu memiliki nilai jual tersendiri, dengan asumsi bahwa PAN dan koleganya akan memilih
calon yang diusungnya. Rupanya SBY lupa bahwa Prabowo Subiyanto dengan pasukan
Gerindra yang dibantu oleh koalisi gemuk saja yaitu Koalisi Merah Putih,
dimana bercokol ahli-ahli politik militan dari berbagai partai bisa hancur
cerai berai, maka dengan mengandalkan Demokrat, PAN dan PKB kiranya sangat
meragukan keberhasilannya. Apalagi Gerinda dan PKS sudah mempunyai calon
tersendiri yaitu Anis Baswedan dan Sandiaga Uno, maka resiko kekalahan sudah didepan
mata.
Namun yang menentukan adalah rakyat DKI Jakarta, dimana 85% penduduk Jakarta
beragama Islam maka mayoritas pemilih diarahkan untuk memilih pemimpin Islam
juga, strategi jitu yang dianggap bisa menarik minat umat Islam adalah dengan
menggoreng isu-isu keagamaan, khususnya agama Islam. Tidak salah jika SBY
menggandeng Rizieg Shihab dengan laskar FPI yang terkenal sebagai organisasi
garis keras, dan organisasi keras semacam ini sangat-sangat dibutuhkan untuk
membentuk opini publik bahwa calon yang diusung adalah yang terbaik diantara
yang baik.
Prinsip politik dua kaki kemungkinan bisa dipakai oleh Rizieq Shihab, dengan SBY menggandengnya, namun Anis sudah menyatakan meminta dukungan kepada FPI sebagai jalur basis massa yang diminta mendukungnya. tentu tidak ada makan siang yang gratis, tentu Anis dengan Sandiaga Uno yang memiliki modal besar harus mengeluarkan kocek jika meminta dukungan FPI dan ini bisa dijadikan ladang subur bagi FPI untuk mendapatkan pundi-pundi dalam menjalankan organisasinya.
Selain itu mari lihat kemampuan Agus yang gaya bicaranya mengambang dan menghapal
materi debat dilihat oleh publik DKI sebagai sosok yang tidak mampu memimpin
Jakarta. Ditambah dengan calon wakilnya Sylvi yang tersangkut korupsi akan
semakin membuat warga DKI menjauhi Agus dan SBY. Publik Jakarta tidak mau kalau
kota mereka akan kembali menjadi kota rimba, kota mafia, kota para koruptor selama lima tahun ke depan. Oleh karena itu sampai
kiamatpun, Agus tak akan menang di Pilgub DKI 2017. Agus akan tersingkir.
Lalu bagaimana
dengan Anies?, kualitas Anies bisa dilihat dari debat dan program-program
awang-awangnya. Dalam debat Anies Baswedan gagal menunjukkan kemampuan kualitas
manajerial dan intelektualitasnya dengan aneka jawaban yang hanya berupa utopi
dan sindiran. Anies hanya mengambar-gemborkan subisidi, gratis ini dan itu yang
disimpulkan dengan up-grade manusia dan lukisan kampung indahnya di bantaran
sungai.
Bisa dipastikan
bahwa masyarakat Jakarta tidak akan tergerak hatinya memilih calon yang
kemampuan manajerialnya rendah dan kalah sama Menteri Susi. Anies diyakini
tidak mampu mengurusi Jakarta dengan segudang problematikanya. Hal itu bisa
dilihat ketika Anies tidak becus mengurusi satu kementerian saja. Anies
diyakini dan dipastikan tidak mampu menjadi Gubernur DKI Jakarta yang berhasil.
Apalagi Anies melakukan blunder dengan mengunjungi dan bermesraan dengan FPI
yang sarat dengan kontroversial.
Penetepan Rizieq
FPI sebagai tersangka, ditambah dengan kasus heboh dahsyat kasus firza hots,
plus ditekuknya Munarman dan sekarang Backhtiar Natsir dalam bidikan Tito,
telah membuat warga DKI Jakarta berbalik dari jangkauan Anies. Jelas masyarakat
Jakarta banyak yang tidak suka dengan FPI. Dan karena Anies telah bermesraan
dengan FPI, maka warga Jakarta menjauh dari Anies.
Demo yang
berbungkus doa dan jalan santai tanggal 11 Februari 2017 hari ini, bisa
dipastikan akan dikendalikan penuh oleh Polri dan TNI. Apalagi demo-demo itu
jumlahnya sudah jauh menyusut akan memudahkan Polri dan TNI mengawasinya.
Menjelang hari pencoblosan popularitas Ahok dipastikan akan terus naik.
FPI dengan rencana demo 211nya gagal melakukannya
dengan larangan oleh pihak kepolisian, maka langkah yang bisa diambil hanya doa
bersama dengan berbagai bentuk kegiatannya. Hal yang sangat mengagetkan SBY
dalam kegiatan 211 di Masjid Istiglal ini adalah kehadiran Anis Baswedan.
Kehadiran Anis Baswedan adalah tamu yang tidak diundang oleh kelompok
Cikeas sebab diharapkan dalam kegiatan itu nama Agus akan dapat digaungkan,
maka dengan kehadiran Anis usaha itu tentu akan mengalami kesulitan dan satu-satunya
cara hanya bisa mengatakan “pilihlah
pemimpin muslim” hanya itu tidak ada tambahan yang lain. Rupanya SBY lupa
bahwa Rizieq Shihab telah digandeng oleh Anis Baswedan, dan dalam acara yang
diselenggarakan hari ini sabtu 11 Pebruari 2017 yang paling diuntungkan adalah
Rizieg Shihab bukan Agus atau Anis. Rizieq Shihab bisa menggalang simpati dari
dua kubu yang berseberangan.
SBY dan kubu paslon I maupun
Paslon lainnya tentu sangat sibuk menyusun strategi politik untuk memenangkan
Pilkada DKI ini. Langkah startegis mereka rancang dan susun dengan sangat teliti dan terstruktur. langkah apa yang dianggap tepat dan mampu memenangkan Pilkada yang sangat urgen ini. Sebab dengan memenangkan Pilkada DKI maka Pintu untuk menduduki RI 1 sudah didepan mata, walau itu hanya angan-angan yang membius harapan dan keinginan.
Bicara tentang strategi tentu ada strategi baik dan strategi buruk atau jahat. Dalam cerita Pewayangan Kurawa jelas tokoh dengnan karakter antagonis, sedangkan pandawa adalah tokoh Protagonis.Marilah sejenak menganalisa tokoh kurawa dan pandawa dalam pewayangan untuk menilai tiga paslon gubernur DKI tahun 2017 ini.
Pandawa VS Kurawa
Korawa
atau Kaurawa adalah istilah dalam bahasa
Sanskerta yang
berarti "keturunan (raja) Kuru". Dalam budaya pewayangan Jawa, istilah ini merujuk kepada kelompok
antagonis dalam wiracarita Mahabharata, sehingga Korawa adalah musuh
bebuyutan para Pandawa. Istilah Korawa yang digunakan dalam
Mahabharata memiliki dua pengertian:
Arti luas korawa merujuk
kepada seluruh keturunan Kuru. Kuru adalah nama seorang maharaja
yang merupakan keturunan Bharata, dan menurunkan tokoh-tokoh besar dalam wiracarita Mahabharata. Dalam pengertian ini, Pandawa juga termasuk Korawa, dan kadangkala disebut demikian
dalam Mahabharata, khususnya pada beberapa bagian awal.
Arti sempit Korawa merujuk
kepada garis keturunan Kuru yang lebih tua. Istilah ini hanya
terbatas untuk anak-anak Dretarastra, sebab Dretarastra merupakan
putra sulung Wicitrawirya (keturunan Raja Kuru), yang
berhak menjadi raja menurut urutan kelahiran namun digantikan oleh adiknya, Pandu,
karena Dretarastra buta. Istilah ini tidak mencakup anak-anak Pandu,
yang mendirikan garis keturunan baru, yaitu para
Pandawa kata
daripada bahasa Sanskerta Pāṇḍava,
yang secara harfiah berarti anak Pandu
yaitu salah satu Raja Hastinapura dalam wiracarita Mahabharata. Dengan demikian, maka Pandawa merupakan putra
mahkota kerajaan tersebut. Dalam wiracarita Mahabharata, para Pandawa adalah protagonis sedangkan antagonis adalah para Korawa, yaitu putera Dretarastra, saudara ayah mereka (Pandu).
Menurut susastra Hindu (Mahabharata), setiap anggota Pandawa merupakan penjelmaan
(penitisan) dari Dewa tertentu, dan setiap anggota Pandawa
memiliki nama lain tertentu. Misalkan nama "Werkodara" arti harfiahnya adalah "perut serigala". Kelima Pandawa menikah dengan Dropadi yang diperebutkan dalam sebuah sayembara di Kerajaan Panchala, dan memiliki (masing-masing) seorang putera
darinya.
Para Pandawa merupakan tokoh
penting dalam bagian penting dalam wiracarita Mahabharata, yaitu pertempuran besar di
daratan Kurukshetra antara para Pandawa dengan para Korawa serta sekutu-sekutu mereka. Kisah tersebut menjadi
kisah penting dalam wiracarita Mahabharata, selain kisah Pandawa dan Korawa
main dadu. Para Pandawa terdiri dari
lima orang pangeran, tiga di antaranya (Yudistira, Bima, dan Arjuna) merupakan putra kandung Kunti,
sedangkan yang lainnya (Nakula dan Sadewa) merupakan putra kandung Madrim,
namun ayah mereka sama, yaitu Pandu.
Tata
Pemerintahan Kerajaan
Sebuah negara dalam kerajaan
di Pimpin oleh seorang Raja yang dibantu oleh Bangsawan yang diberi jabatan
untuk membantu tata kelola kerajaan. Dalam cerita pewayangan sebuah kerajaan di
pimpin oleh Raja yang dibantu:
1. Patih
Patih adalah jabatan Perdana Menteri pada kerajaan. Selanjutnya istilah tersebut
menyebar sampai sekarang ini, jabatan ini dalam suatu provinsi lebih kurang sama dengan jabatan Sekretaris Daerah Provinsi.
2.
Senopati
Senopati adalah Panglima Tertinggi, pemimpin
yang paling tinggi kedudukan dan kewenangannya dalam angkatan bersenjata disuatu kerajaan. Jaman kerajaan di nusantara
senapati atau senopati adalah istilah yang digunakan untuk menyebut jabatan panglima dalam sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa.
Istilah ini merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu sena yang bermakna
"prajurit" dan pati yang bermakna "pemimpin".
Istilah senapati tidak hanya digunakan pada
masa kerajaan Hindu-Buddha saja, tetapi masih dilestarikan
ketika kerajaan-kerajaan Islam berdiri di Pulau Jawa, misalnya Kesultanan Demak dan Kesultanan Mataram.
Bahkan, raja pertama Mataram yang bernama Sutawijaya menggunakan gelar Panembahan Senapati ketika
naik takhta. Gelar senapati juga dipakai secara turun-temurun oleh para
pengganti Sutawijaya seperti Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma Senapati ing Alaga Mataram.
3. Rakyat
Kerajaan Hindu dalam sebuah kerajaan rakyat dibagi
menjadi empat golongan, yaitu; Brahmana, Kesatria, Wesiya dan Sudra.
Strategi Politik dan Militer
Strategi dalam hal ini adalah yang mengulas
taktik-taktik politik dan kemiliteran. Strategi perang memuat strategi penggunaan
pertempuran untuk mencapai tujuan perang. Strategi adalah kunci pelaksanaan
perang dan dikuasai oleh prinsip-prinsip. Ditinjau dalam hal mengulas masalah strategi. Setiap
kebudayaan hampir selalu memiliki dasar teks yang menjadi paduan seperti
contohnya strategi politik pecah-belah atau politik adu domba adalah kombinasi
strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga
kekuasaan.
Grand Strategi disebut juga
Strategi Raya terdiri dari "tujuan kerja dari semua instrumen kekuasaan
tersedia bagi komunitas keamanan". Grand strategi militer, yaitu operasi militer taktik logistik, Militer Perang Dingin adalah
perang yang tidak ada penggunaan kekerasan. Strategi militer
didefinisikan sebagai "kerja pertempuran untuk mendapatkan akhir
perang."
Strategi gerilya atau strategi perang gerilya. Perang
Gerilya merupakan terjemahan dari bahasa Spanyol: guerrilla yang secara harafiah berarti perang kecil. Gerilya adalah
salah satu strategi perang.
Taktik perang. Dalam medan pertempuran meskipun strategi
perang yang sudah terkoordinasi baik, strategi militer yang tepat, dan strategi
operasi yang terancang baik.
Dalam pewayangan tokoh-tokoh
yang sangat jenius dalam mengatur strategi perang adalah Prabu Kresna, Patih Sangkuni,
Begawan Durna, Adipati Karna.
Kresna, Sang Arsitek Kemenangan Pandawa
Kresna sang raja
Dwarawati dalam kisah pewayangan adalah titisan Dewa Wisnu yang bertugas
melindungi Pandawa yang mana di dholimi pihak Kurawa dan memenangkannya dalam
perang Baratayuda. Sebelum perang dimulai Kresna tampil sebagai duta Pandawa ke
Astina dalam rangka menyelesaikan konflik perebutan kerajaan Astina. Misi yang
diemban Kresna adalah agar tidak terjadi perang.
Pandawa minta setengah wilayah
Astina kepada kurawa, andaikata tidak diberikan Pandawa rela hanya menerima
lima wilayah pedesaan yaitu Awisthala, Wrekashala, Waranawata, Makandi, dan
Awasana. Bagaimanapun Pandawa tetap menempuh jalan damai. Namun Duryadana
menolak mentah-mentah permintaan Kresna, bahkan dengan seluruh kekuatan Kurawa
berusaha membinasakan Kresna. Dalam keadaan terdesak Kresna berubah menjadi
raksasa dan akan menghancurkan Kurawa, namun Batara Narada mencegahnya
dan menjelaskan bahwa menurut Serat Jitabsara perang Baratayuda harus terjadi. Akhirnya Kresna mengurungkan niatnya
tersebut.
Sadar perang
Baratayuda akan terjadi, dengan kepintarannya Kresna berusaha sedikit demi
sedikit melemahkan posisi Kurawa antara lain dengan meminta Karna memihak
Pandawa, namun merasa sadar bahwa dirinya berhutang budi kepada Kurawa dan
lebih mementingkan Astina sekalipun Kurawa dipihak yang salah, Karna menolak
permintaan Kresna tersebut.
Demikian pula terhadap Baladewa kakaknya sendiri
yang sebenarnya bersikap netral. Sadar sang kakak akan memihak Kurawa Kresna
memohon Baladewa untuk bertapa di Grojogan sewu yang dijaga Setiyaki. Baladewa
sendiri adalah satria yang senang melakukan tapa brata, dia tidak bisa
menyaksikan keseluruhan berlangsungnya perang Baratayuda dan baru muncul disaat
diakhir episode perang tersebut ketika Bima bertarung melawan Duryudana.
Dalam perang
Baratayuda, Kresna memihak Pandawa. Ia dipilih Arjuna sebagai penasehat yang
mana Kresna tidak diperbolehkan mengeluarkan senjata untuk berperang langsung
dengan pihak Kurawa, sementara pasukannya yang berjumlah besar dipilih
Duryudana menjadi bagian dari pasukan Kurawa. Pilihan yang dijatuhkan Duryudana
membuat Sengkuni marah kepada Duryudana baginya apalah arti pasukan yang besar
jika tidak melibatkan pengatur strategi yang ulung sekaliber Kresna.
Kresna
pada waktu perang memposisikan diri sebagai kusir kereta Arjuna. Kresna juga
memantapkan hari Arjuna yang masih ragu-ragu melihat orang-orang yang
dihormatinya seperti Bisma dan Durna berada dipihak Kurawa. Arjuna mendapatkan
lawan yang sepadan yaitu Karna yang tak lain kakak tertuanya sendiri. Kereta
Karna dikemudikan mertuanya sendiri yaitu Prabu Salya.
Prabu Salya sebenarnya
tidak ingin Baratayuda terjadi sehingga dalam mengemudikan kereta Karna ia
setengah hati sampai pada suatu ketika roda kereta Karna terjerembab dalam
tanah. Mengetahui hal tersebut Kresna menyuruh Arjuna segera melepaskan senjata
Pasopati. Pada awalnya Arjuna tidak mau karena hal tersebut bukan tindakan
ksatria. Namun Kresna menjelaskan bahwa Karna salah satu orang yang membunuh
Abimanyu, putra Arjuna, maka Arjuna segera melepaskan anak panah Pasopati
mengenai leher Karna yang mengakibatkan kematian Karna. Arjuna sebenarnya
menyesali tindakannya tersebut. Prabu Salya sendiri tewas ditangan Puntadewa.
Ketika Prabu Salya maju ke medan perang, Pandawa kewalahan menghadapi
Candrabirawa ilmu Prabu Salya berupa kemampuan memanggil raksasa yang apabila
terluka oleh musuhnya jumlah bertambah banyak. Kresna yang tahu bahwa ilmu itu
hanya bisa dihadapi orang suci hati dan sabar seperti Puntadewa maka ia segera
menyuruh Puntadewa menghadapinya. Puntadewa sendiri sebenarnya tidak mau karena
dalam Baratayuda ia tidak akan turun gelanggang. Pada saat itu arwah Resi
Bagaspati masuk ke tubuh Puntadewa bermaksud mengambil Candrabirawa miliknya.
Puntadewa yang telah dirasuki kemudian melempar Jimat Kalimasada dan mengenai
dada Prabu Salya. Prabu Salya akhirnya gugur.
Tindakan Kresna
meskipun terkesan kejam namun demi kemenangan Pandawa, ia lakukan yaitu ketika
melihat Antasena anak Bima. Antasena mempunyai kesaktian yang luar biasa, ia bisa
membunuh seseorang dengan cara menjilat bekas telapak kakinya di tanah.
Tentunya Kresna melihat apabila hal tersebut dilakukan Antasena dalam
mengalahkan lawannya akan berbahaya, bisa jadi yang dijilatnya tersebut bekas
telapak kaki pihak Pandawa sendiri. Kresna kemudian menyuruh Antasena menjilat
sebuah bekas telapak kaki. Namun Antasena tidak sadar kalau yang dijilatnya
bekas telapak kakinya sendiri. Akhirnya Antasena mati dengan cara tersebut.
Duryudana juga terpedaya
kepintaran Kresna. Hampir selesainya perang Dewi Gandari, ibu para Kurawa sedih
mendengar hampir seluruh anaknya tewas dan hanya tersisa Duryudana. Dewi
Gandari yang selama menjadi ibu para Kurawa selalu menutup matanya, bisa
memberikan kekuatan yang dahsyat kepada Duryudana.
Kekuatan tersebut berasal
dari kedua matanya yang ia tutup. Jika kekuatan tersebut dilimpahkan kepada
tubuh Duryudana, maka ia akan kebal terhadap berbagai macam serangan. Ia
menyuruh Duryudana agar mandi dan menghadapnya dalam keadaan telanjang. Ketika
Duryudana ingin menghadap ibunya, ia berpapasan dengan Kresna . Kresna mencela
dan mengejek Duryodana yang mau datang ke hadapan ibunya sendiri dalam keadaan
telanjang. Karena malu, Duryudana menutupi bagian bawah perutnya, termasuk
bagian pahanya. Begitu membuka matanya, Dewi Gandari hanya bisa memberikan
kekuatannya ke bagian tubuh Duryudana yang tidak tertutup.
Pandhita
Durna, Senopati Perang yang Bimbang
Setelah gugurnya
Sang Resi Bhisma oleh prajurit wanita yang juga istri Arjuna, Wara Srikandi,
Duryudana gelisah. Hal yang wajar mengingat Bhisma adalah orang yang dikenal
sangat sakti, melebihi Bima maupun Arjuna. Bhisma juga sudah menghabisi tiga
senopati pihak Pandawa yaitu Seta, Utara, dan Wratsangka. Apalagi Bhisma
dikenal mempunyai ajian yang membuat Bhisma tidak bisa mati jika itu bukan
kehendaknya sendiri. Tetapi Bhisma mati oleh prajurit wanita yang sebenarnya
tidak begitu sakti jika dibandingkan dengan Bhisma. Tentu saja kita lalu ingat
bahwa kekalahan Bhisma dari Srikandi ini karena kejadian masa lalunya. Tetapi,
dalam tulisan ini yang akan kita bicarakan adalah pengganti dari Bhisma sebagai
senopati perang, yaitu Pandhita Durna.
Ketika Prabu Duryudana mengumumkan bahwa
pengganti Resi Bhisma adalah Pandhita Durna, lalu muncul bisikan-bisikan di
kalangan pasukan Kurawa. Mereka agak meragukan kemampuan Durna dalam berperang.
Hal ini membuat petinggi-petinggi Kurawa berusaha menjelaskan kepada pasukan
Kurawa kenapa Durna yang disepakati sebagai pengganti Bhisma.
Sebenarnya adalah hal yang wajar menunjuk Durna sebagai senopati perang. Durna
adalah guru ilmu kanuragan bagi Pandawa dan Kurawa. Durna adalah yang mengajari
Bima dan Duryudana bermain Gada. Durna jugalah yang mengajari Arjuna panahan,
sehingga kita ketahui Arjuna adalah pemanah yang handal. Bahkan Adipati Karna
sebenarnya juga berguru kepada Durna, walaupun Karna hanya mengintip dan
sembunyi-sembunyi karena dia hanya anak kusir kerajaan Astina. Apalagi Durna
dan Bhisma itu sebenarnya mempunyai guru yang sama, yaitu Rama Parasu. Walaupun
diceritakan Durna hanya diajari oleh Rama Parasu ilmu peperangan atau
kemiliteran.
Patih Sengkuni Ahli Strategi yang munafik, licin, licik, culas, hasut,
penuh tipu muslihat
Satu tokoh yang memiliki strategi perang hebat adalah Sengkuni, Shakuni, Sangkuni atau Saubala (patronim dari Subala)
adalah seorang tokoh antagonis dalam wiracarita
Mahabharata.
Ia merupakan paman para Korawa dari pihak ibu. Sangkuni terkenal sebagai tokoh licik
yang selalu menghasut para Korawa agar memusuhi Pandawa.
Ia berhasil merebut Kerajaan Indraprastha dari tangan para Pandawa
melalui sebuah permainan dadu. Menurut Mahabharata, Sangkuni merupakan
personifikasi dari Dwaparayuga, yaitu masa kekacauan di muka Bumi,
pendahulu zaman kegelapan atau Kaliyuga.
Dalam cerita Wayang
Mahabarata Sengkuni adalah Mahapatih sekaligus merangkap penasehat raja di
Kerajaan Astina yang dikuasai keluarga Kurawa. Patih Sengkuni terkenal dengan prinsip hidupnya yang ekstrem: biarlah
orang lain menderita yang penting hidupnya bahagia. Dengan prinsip hidup
seperti itulah Sengkuni menjalani karirnya: munafik, licin, licik, culas,
hasut, penuh tipu muslihat.
Adipati Karna
Sang Martir Oportunis
Oportunisme adalah
suatu aliran pemikiran yang menghendaki pemakaian kesempatan menguntungkan
dengan sebaik-baiknya, demi diri sendiri, kelompok, atau suatu tujuan tertentu.
Oportunisme adalah tindakan bijaksana yang dipandu terutama oleh motivasi
mementingkan diri sendiri.
Dalam pertemuan
agung Kerajaan Astina menjelang kedatangan duta Pandawa, Prabu Kresna, yang
datang untuk meminta hak Pandawa kembali. Prabu Duryudana telah meminta
pendapat para sesepuh dan penasehat Astina tentang apa yang harus dia lakukan.
Resi Bhisma berpendapat dengan ekstrim, yaitu meminta seluruh wilayah Astina
dan Amarta dikembalikan kepada Pandawa. Satu usul yang jelas akan ditolak oleh
Duryudana. Pandita Dorna berpendapat untuk membagi dua wilayah, yaitu dengan
mengembalikan Amarta kepada Pandawa dan Astina tetap menjadi milik Duryudana.
Usul yang sebenarnya paling masuk akal untuk diterima.
Selanjutnya Prabu Salya,
Raja Mandaraka, yang juga mertua Duryudana berpendapat selaras dengan Resi
Bhisma. Tetapi, dia memberikan solusi yang konkrit, karena menawarkan Kerajaan
Mandraka untuk dipimpin oleh Duryudana. Lagi pula, menurut Salya, luas wilayah
Mandaraka tidak kalah dengan Astina baik dari segi kekayaan maupun jajahan.
Saat Duryudana
sedang mempertimbangkan mana yang akan dipakai. Tampilah dua orang “kompor”
dalam pertemuan agung itu. Pertama, tidak lain dan tidak bukan dia adalah Sang
Patih Sengkuni. Perdana Mentri Astina itu dengan segala ambisinya menyatakan
bahwa, tidak perlu memberikan apa pun kepada Pandawa. Astina dan Amarta, menurut
Sengkuni, harus tetap menjadi milik Kurawa. Menilik sikap Sengkuni selama ini,
apa lagi dia jugalah aktor di balik lakon Pandawa Dadu, adalah wajar dan tidak
nggumun jika dia berpendapat seperti itu.
Kedua, Adipati Karna mengutarakan
pendapatnya. Karna seratus persen mendukung pernyataan Sengkuni. Bahkan tidak
hanya itu, dia malah menunjuk bahwa Bhisma, Durna, dan Salya merupakan musuh
dalam selimut. Karena, hati mereka lebih cenderung untuk berpihak kepada
Pandawa walaupun fisik mereka berada di Kurawa. Tentu saja pendapat ini memicu ketegangan di
pertemuan agung itu, apalagi dengan gaya bicaranya yang cenderung terdengar
congkak, dia seolah menantang tanding mertuanya sendiri Prabu Salya. Ketegangan
berlangsung sampai akhirnya Prabu Kresna datang.
Strategi Politik Pilkada DKI Jakarta
Pilkada DKI Jakarta yang mengusung tiga pasangan calon yaitu Calon I Pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Silviana Murni, Calon II Ahok dan Jarot sebagai pasangan Petahana dan yang Calon III adalah Anis Baswedan dan Sandiaga Uno.
"Siapakah yang memiliki strategi politik dalam pemenangan Pemilukada DKI Jakarta ini yang bisa disamakan dengan Prabu Kresna, Begawan Dorna, Patih Sengkuni, dan Adipati Karna?".
Deretan tokoh-tokoh politik politik berseliweran dalam berbagai even yang secara langsung dan tidak langsung sangat mempengaruhi asumsi publik untuk memilih pasangan yang telah mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta pada periode 2017-2022.
Masing-masing tentu sangat kentara sekali dalam memilih paangan calon tersebut, baik secara langsung maupun hanya melalui media sosial. Status di akun facebook dan cuitan di twitter menjadi perang terbuka mengadu argumen, menyampaikan gagasan calon, maupun memfitnah dan menyudutkan lawan politik maupun orang yang tidak disenanginya.
Seharusnya dalam perang terbuka ini baik pendukung I, II dan III akan saling menyerang, namun terjadi fenomena aneh dan menarik untuk disimak.
Banyak sekali oportunis-oportunis yang mencari kesempatan dalam kesempitan untuk meraih keuntungan pribadi maupun keuntungan pasangan calon yang disukainya.
Gambar diatas menunjukkan Pasangan I menyerang pasangan II dan III untuk meraih kemenangan, Pasangan II menyerang pasangan I dan III untuk meraih kemenangan, dan Pasangan III menyerang pasangan I dan II untuk meraih kemenangan. Maka strategi perangn terbuka ini termasuk wajar dan sah-sah saja, sebab masing-masing pasangan melakukan penyerangan secara adil dimana berusaha membuat pasangan lawan menjadi kalah.
namun fenomena yanng terjadi justru sebaliknya, mereka bahkan bisa dikatakan melakukan perang keroyokan, dimana Pasangan I dan Pasangan III secara bersama-sama melakukan penyerangan kepada Pasangan II.
Melihat gambar bagan diatas bisa menimbulkan asumsi yang beraneka ragam.
- Pasangan I dan III kelihatan sangat ketakutan dengan Pasangan II yang Incumben, dimana telah membuktikan kepada rakyat akan jalannya pemerintahan yang diembannya sangat baik, sehingnga mereka mengambil inisiatif, jika bisa mengalahkan pasangan ini, maka jika satu putaran setidaknya salah satu dari mereka akan menang, namun jika harus dua putaran maka mereka memiliki kesempatan untuk bertarung kembali.
- Kerugian jelas terlihat pada pasangan II sebab sangat berat sekali melawan gempuran fitnah dan hal-hal yang menjelek-jelekkan mereka, kasus dakwaan penistaan agama, demo sampai episode I, II, III dan kemarin tanggal 11 Pebruari 2017 yang rencanaya akan diadakan demo berganti dengan doa, namun merupakan jenis serangan terbuka yang mereka lakukan secara bersama-sama, hal ini dibuktikan dengan kehadiran Anis dan Agus, bahkan kelihatan sekali bahwa Agus menyokong dana dengan membawa berbagai macam konsumsi yang diusung dengan mobil putihnya.
- Kemampuan Ahok-Jarot benar-benar ditantang dan mereka harus menunjukkan bahwa dirinya memang benar-benar calon yang berkualitas. dan Jika masyarakat tidak terpengaruh dengan adanya black campaig, tentu kemenangan satu putaran justru akan benar-benar menjadi kemenangan super indah bagi pasangan ini.
Pertanyaan besar berjubel di angan-angan, siapakah sang maestro strategi perang dalam Pilkada DKI ini.
Akankah Sang Kresna yang Bijaksana yang akan memenangkannya ?
Akankah Sengkuni si licik yang akan memenangkannya?
Akankah Adipati Karno si oportunis yang akan memenangkannya?
dan siapakah mereka?
Kiranya pertanyaan ini hanya masyarakat Jakarta yang akan menentukan, dan Tuhanlah yang akan memutuskan siapa mereka yang akan memimpin DKI Jakarta.
Ibukota yang damai dan tenangn, maju pesat pembangunannya adalah dambaan seluruh warga Jakarta dan Indonesia pada umumnya. marilah memilih secara bijak, tidak memilih calon yang akan menyengsarakan, pilihlah calon yang akan membawa DKI Jakarta pada kemajuan dan keadilan.
Baca Juga
Standar Ganda Fadli Zon Dalam Menilai Fahri Hamzah dan Ahok